Buserkepri.Net — Kepri.– Tiga bulan telah berlalu Virus Corona jenis baru yang terditeksi di Wuhan, Tiongkok. Virus yang terkenal dengan sebutan Covid 19, telah mewabah makin mengerikan, ratusan jiwa melayang dan ribuan terinfeksi setiap harinya.
Dulu dunia pernah dilanda wabah yang lebih mengerikan, jika dibandingkang dengan Covid-19. Ebola, Campak, Mers atau Sars jauh lebih mengerikan dari Covid-19, tingkat kematian akibat Covid-19 hanya berkisar sebesar 4%, sedangkan Mers yang berasal dari Arab Saudi tingkat kematian mencapai 35%, dan lebiha parah lagi ebola mencapai 50% tingkat kematian’
Sekedar menyodorkan angka-angka statistic tentu tidak dapat membuat masyarakat tenang, hamper 46 juta manusia dari `14 kota terperangkap di Wuhan termasuk para Warga Negara Asing (WNA). Tetapi pemerintah Tiongkok masih belum mengizinkan pemerintah berbagai Negara untuk mengevakuasi warganya.
Saat ini sumber daya manusia yang ada di Wuhan terpusat untuk berbagai tindakan penangan medis ataupun non medis. Sunguh bukan sebuah pekerjaan enteng bagi mereka untuk membuat sistim evakuasi WNA yang aman dan tepat dalam stuasi dan kondisi seperti saat ini.
Begitu juga dengan pemerintah berbagai negaramencaricara lain untuk membantu warganya dalam situasi ini, penyaluran bantua lewat jalur darat tidak mudah dilakukan oleh kantor – kantor perwakilan masing – masing Negara.
Perjalan antar kota yang memang ditutup, setiap interaksi pun membawa resiko penularan Sementara itu pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyalurkan bantuan logistic lewat kurir, bantuan dikirimkan untuk para pelajar Indonesia di Wuhan yang berjumlah sekitar 90an orang.
Sedangkan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) terdekat dengan Wuhan berada di Shanghai yang berbeda kota dari pusat wabah
Meskipun memaklumi keterbatasan gerak akibat kebijakan pemerintah Tiongkok, namun pemerintah melalui Kementrian luar negri terus memaksimalkan segala sumber daya yang dimilik.
Penyaluran logistic menggunakan jasa kurir harus menjangkau seluruh warga Negara Indonesia (WNI) disana. Bukan hanya pelajar, namun WNI yang berada 13 kota lainnya harus terjangkau dan terbantu.
Selain ibu Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan KJRI harus mampu memaksimalkan akses dalam mendata seluruh WNI di Tiongkok dan meminta WNI untuk menghubungi KJRI hal ini memperlihatkan bahwa ketidak pekaan terhadap penanganan atas kondisi yang dihadapi warga yang dilanda wabah.
Bukan hanya Indonesia yang tidak berdaya menghadapi wabah Covid-19, negar adi daya Amirika Serikat juga kewalahan menghadapinya, bebrapa bulan setelah Covid-19 melanda negeri mereka, mereka baru bisa menghasilkan undang – undang kesiapan pademi dan kegawatan darurat lainnnya, ini membuktikantidak berdayanya mengevakuasi warganya dari Tiongkok.
Begitu juga Indonesia harus segera membuat sistim kesiapan epidemic dan pedemi yang dipayungi undang-undang. Saat ini perundangan terkait yang dimiliki Indonesia adalah Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Undang – undang itu tidak relevan karena perkembangan pademi semakin ganas.
UU No. 4 tahun 1984 itu sekarang sudah berumur hamper 36 tahun dan sudah selayaknya untuk diamendemen.
Undang – undang itu tidak hanya mengatur epidemic tetapi perlu juga mengantisipasi wabah pademi yang bertujuan melindungi segenap warga negera dimanapun mereka berada.
Jika kita bercermin ke Undang – Undang Negera lain, Amirika Seikat misalnya, Undang – undang mereka soal pademi kesiapan mereka tidak hanya meliputi pembangunan sistim kesadaran masyarakat, tetapi juga dukungan pembiayaan terhadap riset kesehatan.
Namun di Indonesia yang sangat krusial yang harus dibangun bagi masyarakat adalah budaya, karena budaya kesadaran masyarakat masih harus menjadi prioritas dibangun di dalam negeri bukanalah jalan mudah, mengingat budaya kesadaran membuang sampah saja masih lemah. Banyak para ahli berpendapat bahwa sesungguhnya pencegahan paling utama dan pertama dalam wabah apapun harus dilakukan oleh diri sendiri, bukan mengandalkan orang lain terutama para petugas kesehatan atau medis. (irmawati simanjuntak)