Jakarta-buserkepri, 27-09-2018. Bersama dengan Pengurus Sekretariat Bersama (Sekber) Pers Indonesia, Pengurus FPII yang terdiri dari Ketua Presidium, Kasihhati, Wkl. Ketua Presidium, R. Dean, Sekretaris Nasional FPII, Wesly HS, Deputy Advokasi FPII, Nurhadi dan Monty Montana, resmi diterima Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Republik Indonesia, Rudiantara di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Rabu sore (26/09/2018)
Pertemuan pimpinan 9 organisasi pers dengan Menteri Kominfo ini sekaligus membuktikan bahwa Surat Edaran Dewan Pers yang meminta sejumlah Kementerian tidak melayani audiensi dengan Pimpinan Sekber Pers Indonesia ternyata tidak berpengaruh. Bahkan Menteri Rudiantara mengaku belum membaca surat tersebut saat disodori oleh Staf Humas Kominfo di depan pimpinan organisasi pers.
Wilson Lalengke yang merupakan Ketua Sekber Pers Indonesia ini pertama sekali memperkenalkan dan menyampaikan maksud kedatangan 9 Organisasi Pers yang terdiri dari; Forum Pers Independent Indonesia (FPII), Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Serikat Pers Repubrik Indonesia (SPRI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), IMO, PWO IN, HIPSI, PWRI, Media Digital Indonesia, memaparkan permasalahan yang tengah dihadapi Pers Indonesia. Maraknya kasus kriminalisasi dan diskriminasi terhadap pers di berbagai daerah akibat ulah Dewan Pers turut dibeberkan kepada menteri.
“Kami perlu menyampaikan kepada pemerintah bahwa kebijakan Uji Kompetensi Wartawan dan Verifikasi media oleh Dewan Pers sesungguhnya bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Pers,” papar Ketua Umum PPWI ini.
Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur mengenai kewenangan Uji Kompetensi ada pada Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Verifikasi media pun bukan kewenangan Dewan Pers karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
Sementara itu, Ketua Presidium FPII dihadapan Menteri, mengulas bagaimana sengketa pemberitaan dikenakan pasal diluar UU PERS, yaitu UU ITE. Ia juga mengkritisi rekomendasi yang dikeluarkan Dewan Pers terhadap sengketa pemberitaan mengakibatkan banyaknya Wartawan yang berhadapan dengan hukum, dipenjara bahkan ada yang meninggal dunia didalam penjara seperti M. Yusuf.
” Bapak Menteri tolong hal seperti ini, kriminalisasi terhadap Insan Pers dihentikan,” pinta wanita yang akrab dipanggil Bunda ini.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), menyoroti terkait belanja iklan yang mencapai ratusan triliun pertahun hanya dinikmati oleh media-media besar (Meanstream). Padahal bila Pemerintah (Negara) mau mengaturnya belanja iklan tersebut dapat membantu media-media kecil yang selama ini dinilai Dewan Pers sebagai media abal-abal. Padahal media-media tersebut dapat mengurangi angka penggangguran.
“Harusnya Pengurus Dewan Pers punya rasa malu atau Mengundurkan diri karena dengan ketidaksanggupannya membina media-media tersebut maka disebutnya abal-abal. Kemana dan untuk apa anggaran APBN yang selama ini didapat dipergunakan? tanya Hance.
Katanya, harusnya Pemerintah hadir dan punya program jitu untuk membina agar media-media tersebut tetak eksis. Karena tidak dapat dipungkiri media-media yang dikatakan oleh Dewan Pers tersebut abal-abal adalah media-media yang memberikan informasi sampai pelosok-pelosok yang tidak dapat dijangkau oleh media meanstream.
Syahril Idham, Ketua Umum Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI) juga turut memberi masukan kepada menteri Rudiantara terkait pendanaan Dewan Pers yang dititip lewat Kementerian Kominfo.
“Pemanfaatan gedung Dewan Pers harus ditinjau lagi, termasuk dana milyaran rupiah yang dikucurkan Pemerintah,” ujar wartawan senior yang juga ikut merumuskan UU Pers tahun 1999.
Menanggapi aspirasi dan pemaparan tim Sekber Pers Indonesia, Menteri Rudiantara mengatakan, pihaknya tidak bisa berbicara banyak terkait hal-hal yang disampaikan Pimpinan organisasi Pers. Namun begitu menteri Rudiantara berjanji akan meneruskan permasalahan Pers Indonesia tersebut kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, termasuk nasib ratusan ribu wartawan yang terancam menganggur dan puluhan ribu media yang terancam dibredel massal oleh Dewan Pers.
“Saya kan baru tahu masalah pers yang disampaikan tersebut, jadi dalam dua hari lagi saya akan ketemu presiden dan nanti akan saya sampaikan,” ujar Rudiantara.
Menteri Rudi juga mengatakan, terkait penanganan masalah UU ITE, sepanjang media yang dilaporkan memiliki komposisi redaksi dan perusahaannya juga ada (berbadan hukum) maka pihaknya akan menyerahkan masalah tersebut ke Dewan Pers untuk diproses menggunakan UU Pers. “Kecuali medianya tidak mencantumkan kolom redaksi dan tidak ada perusahaannya maka kami akan langsung kenakan UU ITE,” imbuhnya.
Mengenai permasalahan gedung Dewan Pers, Rudiantara melanjutkan, tanah yang dibangun gedung tersebut adalah milik Kominfo namun dulunya ada pihak yang membangunnya sehingga pengelolaannya dari perusahaan tersebut. “Saat ini sementara kita tangani untuk menyelesaikannya. Gedungnya saja sudah mau runtuh,” ujar menteri sambil tertawa.
Pertemuan dengan menteri Kominfo ini turut dihadiri Ketua Umum Ikatan Penulis Jurnalis Indonesia Taufiq Rachman, Ketua Presidium Forum Pers Independen Indonesia Kasihhati, Pimpinan Forum Digital Indonesia, Helmi Romdhoni, Sekretaris Nasional FPII, Wesly HS, Wkl. Ketua Presidium FPII, R. Dean, Deputy Advokasi FPII, Nurhadi dan Monty Montana, Ketua Umum Ikatan Media Online(IMO), Rudi Sembiring, Marlon Brando (IMO) Lasman Siahaan (IPJI), Hengky Abidin, Maikel (PWRI).
Sumber : FPII/Sekber