Buserkepri.Net – Bandar Lampung,- Dikitip dari bebagai sumber, Sedikitnya ada delapan fungsi yang harus dijalankan wartawan di tengah-tengah maraknya informasi di berbagai media.
Dalam buku Blur: How to Know What’s True in the Age of Information Overloadkarya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, tugas wartawan antara lain :
– Pertama yakni, authenticator, yakni konsumen memerlukan wartawan yang bisa memeriksa keautentikan suatu informasi.
– Kedua adalah sense maker yakni menerangkan apakah informasi itu masuk akal atau tidak.
– Ketiga, investigator yakni wartawan harus terus mengawasi kekuasaan dan membongkar kejahatan.
– Keempat adalah Witness Bearer yakni kejadian-kejadian tertentu harus diteliti dan dipantau kembali dan dapat bekerja sama dengan reporter warga.
– Kelima adalah Empowerer yakni saling melakukan pemberdayaan antara wartawan dan warga untuk menghasilkan dialog yang terus-menerus pada keduanya.
– Keenam adalah Smart Aggregator yakni wartawan cerdas harus berbagi sumber berita yang bisa diandalkan, laporan-laporan yang mencerahkan, bukan hanya karya wartawan itu sendiri.
– Ketujuh adalah Forum Organizer yakni organisasi berita, baik lama dan baru, dapat berfungsi sebagai alun-alun di mana warga bisa memantau suara dari semua pihak, tak hanya kelompok mereka sendiri.
-Kedelapan, Role Model yakni tak hanya bagaimana karya dan bagaimana cara wartawan menghasilkan karya tersebut, namun juga tingkah laku wartawan masuk dalam ranah publik untuk dijadikan Penilayan
Contoh, Banyaknya Wartawan di kabupaten Merangin dengan berbekal pers card sudah berperilaku dengan gaya bahwa dirinya seorang oknum wartawan dan berpenampilan yang waaahhhhhh…???
Sungguh pembodohan bagi masyarakat yang seakan-akan percaya dan mengakui dirinya wartawan akan tetapi dirinya wartawan kurang profesional, kapan anda Menulis serta sejak kapan anda diangkat menjadi jurnalis , tahukah anda tentang tugas pokok serta fungsi wartawan”!
Jadi, bagi semua instansi baik kantor dinas, kecamatan, desa, kepolisian dan lain lain, bilamana berhadapan ataupun bertatap muka dengan wartawan yang hanya berbekal pers card dan rekaman sebut saja wartawan kurang profesional yang sering menakut-nakuti akan tetapi tidak memahami tugas dan fungsi wartawan.
Untuk itu semua, tidak usah takut dan Gelisah bila berhadapan dengan wartawan atau Jurnalis. Cukup pastikan saja yang berkomunikasi dengan anda adalah wartawan profesional.
Ada beberapa cara untuk mengetahui bahwa wartawan yang sedang ada dihadapan kita adalah wartawan yang profesional antara lain yang pertama, tanyakan dapat dari mana pers card anda dan chek di box koran ataupun majalah yang dia ikuti dan cek pula sudah terdapfar di Kementerian hukum dan hak asasi manusia ( Kemenkumham). Kedua, pernahkah anda menulis ketika menjadi jurnalis? Karena kalau wartawan kurang profesional pasti bingung bila dirinya belum pernah nulis, hanya berlagak wartawan dan nakut-nakuti. Ketiga tanyakan pula maksud dan tujuan kedatangan nya. Tidak perlu takut dan jangan memberi imbalan apapun. Dari kedua hal tersebut anda bisa menilai mana oknum wartawan yang kurang profesional dan mana yang benar-benar wartawan”.
Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik dengan baik dan benar, sedangkan Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Jadi, tugas pokok seorang jurnalis hanyalah menulis menulis dan menulis akan tetapi didalam melaksanakan tugas sebagai jurnalis selalu menghormati norma-norma dan kode etik jurnalis dan apabila didalam menjalankan tugas profesinya, bagi siapa saja yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Kalau pers ingin terus berperan dalam penegakan demokrasi dan kehidupan bersama yang lebih baik, maka hanya ada satu cara. Dalam situasi masyarakat yang paling buruk sekalipun, jurnalis harus tetap bertahan pada tugas pokoknya yang mulia, yakni mengabdi kepentingan publik. Demikian pula ketika dunia dihadapkan pada perkembangan bisnis media yang sarat kepentingan dan membuat insan pers kenapa berada dalam posisi sulit, jurnalis dan jurnalisme harus tetap mempertahankan posisinya sebagai pengabdi kepentingan publik.
Di dunia jurnalisme yang dimaksudlan dengan publik ialah publik pembaca, pendengar, penonton dan pengunjung. Namun kalangan jurnalis paham bahwa pengertian publik lebih luas dari sekedar konsumen media sehingga kepentingan publik bisa dimaknai sebagai kepentingan masyarakat luas.
Meminjam perspektif New Public Service, kepentingan publik dimaknai sebagai hasil dialog berbagai nilai yang ada di masyarakat dan bukan sekadar sekumpulan kepentingan pribadi. Dengan demikian jurnalis merupakan profesi yang memberikan layanan kepada publik.
Secara singkat tugas pokok jurnalis/wartawan/pewarta ialah menyampaikan dan meneruskan informasi atau kebenaran faktual kepada publik tentang apa saja yang perlu diketahui publik demi kepentingan hidup bersama. Dalam posisi demikian jurnalis harus mengambil sikap tegas atas posisinya, yakni mengabdi kepada kebenaran dan loyal kepada warganegara atau publik. Informasi dan kebenaran faktual hanya mungkin tersaji apabila jurnalis loyal terhadap profesinya sekaligus loyal terhadap keyakinan akan kebenaran yang berdasarkan hati nuraninya.
Dalam melaksanakan tugasnya melayani publik, jurnalis memperoleh sejumlah keistimewaan. Di antaranya diilindungi oleh undang-undang kebebasan menyatakan pendapat, berhak menggunakan bahan/dokumen/pernyataan publik bahkan dibenarkan memasuki kehidupan pribadi seseorang, terutama tokoh publik untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat demi kepentingan (hidup bersama) publik. Sebab, sejatinya jurnalis mewakili mata, telinga serta indera publiknya.
Media massa pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi. Sudah berbilang abad pers hadir sebagai sumber kekuasaan yang bisa menjadi pengimbang kekuasaan-kekuasaan lainnya. Tapi, kekuasaan dari jenis yang mana pun cenderung bersalahguna.
Sudah lama jurnalis dan kaum terpelajar mendengar ungkapan terkenal sejarahwan dan filosof Inggris, Lord Acton ( nama lengkapnya John Emerich Edward Dalberg Acton): Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Ungkapan ini mengingatkan jurnalis untuk selalu sadar akan kekuasaan yang melekat dalam profesinya.
Namun seperti pelaku profesi lain, sebagai manusia jurnalis bisa membuat kesalahan disengaja atau tidak. Dengan kekuasannya yang besar jurnalis mudah terjerumus menjadi manusia lalim sementara pers bisa menjadi sangat tirani.
Agar jurnalis dan pers tidak mudah terjerumus ke dalam jurang kelaliman dan tirani, perlu hadirnya pembatas atau pengontrol atas tindak-tanduk mereka dalam menjalankan tugas profesinya. Pembatas atau pengontrol ini sangat diperlukan agar praktik jurnalistik tetap mengabdi kepada kepentingan publik dan senantiasa melindungi masyarakat dari tindakan atau praktik tidak terpuji jurnalis atau pelaku media.
Sebagaimana keharusan yang berlaku di bidang kedokteran, jurnalisme harus tehindar dari malapraktik jurnalistik Malapraktik jurnalistik atau praktik tidak terpuji yang bisa meluas menjadi praktik pelanggaran hak asasi manusia bisa dikontrol oleh hadirnya kode etik jurnalistik (*)
Realise : Aminudin ( Ketua Setwil FPII Prov Lampung )
Telpon : 082376039210
Dikutif : Dari berbagai sumber